Baru saja ada seorang lelaki yang tidak terlalu muda, lewat depan warung tempat saya 'bekerja'.
He : 'Neng, stroberinya neng?'
Me : *menggeleng sambil tersenyum*
He : 'beakeun we neng'
Me : *masih menggeleng dan tersenyum* 'G, mang'
Dia pun berlalu.
Dengan muka kucel dan tampak baru saja bertarung *dan sepertinya masih* dengan matahari yang cukup menyengat.
Sendal jepit yang dikenakannya tidak lah bagus. Tapi masih dipakainya untuk menjajakan dagangannya di hari ini.
Dan saya berpikir.
Terkadang saya masih suka mengeluh. Harus bangun pagi, mandi saat air masih terasa dingin, siapsiap memulai perjalanan yang jauh, bersihbersih warung yang terkena debu, protes panas walau di bawah atap.
Padahal banyak orangorang yang berjualan dengan menggunakan sendal jepit mereka, yang harus menempuh perjalanan dengan menggunakan kaki karena tidak cukup biaya naik angkutan, yang harus menahan udara yang begitu menyengat, yang harus memikul beratnya barang dagangan di kiri kanan bahunya.
Walau saya juga berjualan, tetapi sepertinya tidak harus mendorong frezer dan etalase kemanamana, tidak harus memikul meja juga kursi, tidak bersentuhan langsung dengan sengatan matahari.
Saya masih bisa merasakan ademnya kipas angin kecil dan segarnya air bersih yang mengalir.
Mungkin sudah saatnya berhenti mengeluh. Atau setidaknya, mengurangi mengeluh.
Semoga saya bisa.
Dan semoga mang tadi stroberinya laku terjual. Amiiin.
Bandung, 07 September 2011
1.19 PM
Risma Dwi MW's Note-Facebook
*copy of http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150267777126981
Thursday, April 26, 2012
Mungkin.. Dulu..
Mungkin pelangi selalu datang setelah hujan turun. Dengan terkena matahari dan berbias begitu indah pada 7 warna cerahnya.
Ya, dulu kau pelangi itu.
Mungkin bintang mulai berkelip ditemani rembulan yang perlahan membulat sempurna. Setelah seharian mentari muncul dan bahkan sesekali bersembunyi.
Ya, dulu kau bintang itu.
Mungkin dulu saat air turun perlahan di ujung mata mengeluarkan khawatir. Setelah seharian tidak mendapat kabar apapun.
Ya, dulu kau kekhawatiran itu.
Mungkin dulu bibir selalu tertarik mengembang. Setelah kata sapa datang.
Ya, dulu kau senyum itu.
Mungkin dulu lembaran kertas selalu dipenuhi oleh guratan tipis. Dengan menghabiskan ribuan kata.
Ya, dulu kau tulisan itu.
Itu selalu mungkin.
Itu selalu dulu.
Kini, kau tak perlu memaksa menjadi pelangi.
kau tak perlu memaksa menjadi bintang.
tak perlu memaksa menjadi dikhawatirkan.
tak perlu memaksa untuk disenyumi.
tak perlu memaksa untuk ditulis.
Bahwa pelangi bukan hanya dirimu sehabis hujan.
Bahwa bintang bukan hanya dirimu saat malam datang.
Bahwa khawatir tidak selalu untukmu saat tak ada kabar.
Bahwa senyum tak melulu datang setelah sapamu.
Bahwa tulisan selalu ada setelah ide datang yang bukan karnamu.
Dan pelangi tetap indah.
Bintang tetap berkelip.
Khawatir tetap datang.
Senyum tetap menawan.
Lalu tulisan.........
Selamat datang malam. Saat hujan menyerang, bukan lagi tentang merindu. Tapi tentang lelap dan keindahan.
Selamat malam hati =)
Risma Dwi MW's Note-Facebook
*copy of http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150397839116981
Ya, dulu kau pelangi itu.
Mungkin bintang mulai berkelip ditemani rembulan yang perlahan membulat sempurna. Setelah seharian mentari muncul dan bahkan sesekali bersembunyi.
Ya, dulu kau bintang itu.
Mungkin dulu saat air turun perlahan di ujung mata mengeluarkan khawatir. Setelah seharian tidak mendapat kabar apapun.
Ya, dulu kau kekhawatiran itu.
Mungkin dulu bibir selalu tertarik mengembang. Setelah kata sapa datang.
Ya, dulu kau senyum itu.
Mungkin dulu lembaran kertas selalu dipenuhi oleh guratan tipis. Dengan menghabiskan ribuan kata.
Ya, dulu kau tulisan itu.
Itu selalu mungkin.
Itu selalu dulu.
Kini, kau tak perlu memaksa menjadi pelangi.
kau tak perlu memaksa menjadi bintang.
tak perlu memaksa menjadi dikhawatirkan.
tak perlu memaksa untuk disenyumi.
tak perlu memaksa untuk ditulis.
Bahwa pelangi bukan hanya dirimu sehabis hujan.
Bahwa bintang bukan hanya dirimu saat malam datang.
Bahwa khawatir tidak selalu untukmu saat tak ada kabar.
Bahwa senyum tak melulu datang setelah sapamu.
Bahwa tulisan selalu ada setelah ide datang yang bukan karnamu.
Dan pelangi tetap indah.
Bintang tetap berkelip.
Khawatir tetap datang.
Senyum tetap menawan.
Lalu tulisan.........
Selamat datang malam. Saat hujan menyerang, bukan lagi tentang merindu. Tapi tentang lelap dan keindahan.
Selamat malam hati =)
Risma Dwi MW's Note-Facebook
*copy of http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150397839116981
aku.. untukmu..
Hei kau yang sedang bersedih, kemarilah.
Izinkan air matamu jatuh dengan perlahan. Guna menghapus segala rasa pedihmu.
Rebahkanlah dirimu, disampingku.
Biarkan jiwamu beristirahat sejenak dalam damai.
Hei kau yang sedang terluka, kemarilah.
Disini akan selalu ada senyum lembut yang menyambut.
Izinkan amarahmu keluar secara perlahan. Mengalir bersama setumpuk rasa kesal itu.
Rebahkanlah dirimu, disampingku.
Biarkan jiwamu beristirahat sejenak dalam damai.
Hei kau yang sedang merasa tersakiti, kemarilah.
Izinkan emosi itu meluap. Demi kelonggaran hatimu yang sesak.
Dunia tidak pernah meninggalkanmu, dia hanya menunggumu. Berdiri disana, menanti kedatanganmu secara tepat.
Rebahkanlah dirimu, disampingku.
Biarkan jiwamu beristirahat sejenak dalam damai.
Bukan hari melelahkan kawan, tetapi dirimu yang butuh beristirahat.
Karena waktu tak kan berhenti berputar untuk sekedar mengejar ketinggalanmu.
Beritahukan pada yang lain. Bahwa senyum itu bukan hanya kepalsuan. Karena aku, disini, mendukungmu penuh harapan.
Maka dari itu, rebahkanlah dirimu, disampingku, dengan ketulusan dan kebesaran hati, menyambut esok hari yang tentunya akan lebih baik.
Biarkan jiwamu beristirahat sejenak dalam damai dan kelelapan.
Saat suatu ketika aku sudah tidak mampu untuk meminjamkan pundakku padamu, perbolehkan aku untuk merebahkan damai jiwaku padamu. Dan beristirahat sejenak dalam lelapku.
Bandung, 29 Desember 2011
Selamat malam,
Risma Dwi MW's Note-Facebook.
Izinkan air matamu jatuh dengan perlahan. Guna menghapus segala rasa pedihmu.
Rebahkanlah dirimu, disampingku.
Biarkan jiwamu beristirahat sejenak dalam damai.
Hei kau yang sedang terluka, kemarilah.
Disini akan selalu ada senyum lembut yang menyambut.
Izinkan amarahmu keluar secara perlahan. Mengalir bersama setumpuk rasa kesal itu.
Rebahkanlah dirimu, disampingku.
Biarkan jiwamu beristirahat sejenak dalam damai.
Hei kau yang sedang merasa tersakiti, kemarilah.
Izinkan emosi itu meluap. Demi kelonggaran hatimu yang sesak.
Dunia tidak pernah meninggalkanmu, dia hanya menunggumu. Berdiri disana, menanti kedatanganmu secara tepat.
Rebahkanlah dirimu, disampingku.
Biarkan jiwamu beristirahat sejenak dalam damai.
Bukan hari melelahkan kawan, tetapi dirimu yang butuh beristirahat.
Karena waktu tak kan berhenti berputar untuk sekedar mengejar ketinggalanmu.
Beritahukan pada yang lain. Bahwa senyum itu bukan hanya kepalsuan. Karena aku, disini, mendukungmu penuh harapan.
Maka dari itu, rebahkanlah dirimu, disampingku, dengan ketulusan dan kebesaran hati, menyambut esok hari yang tentunya akan lebih baik.
Biarkan jiwamu beristirahat sejenak dalam damai dan kelelapan.
Saat suatu ketika aku sudah tidak mampu untuk meminjamkan pundakku padamu, perbolehkan aku untuk merebahkan damai jiwaku padamu. Dan beristirahat sejenak dalam lelapku.
Bandung, 29 Desember 2011
Selamat malam,
Risma Dwi MW's Note-Facebook.
Tuesday, April 24, 2012
Kupu-kupu
Kupu-kupu hinggap meninggalkan bekas luka
Terbang perlahan berbalut jingga keemasan
Menuju senja bersiluetkan kelabu lembut
“Menuju peristirahatan”, ujarnya lirih
Bukan hanya mengejar satuan waktu,
Tapi juga berlomba menempati singgasana jati diri
“Menuju peristirahatan”, ujarnya lirih
Bersaing dengan kerlipan bintang berbenteng gumpalan pucat
Juga suara-suara fiksi yang membelah langit
“Menuju peristirahatan”, ujarnya lirih
Sapaan sepanjang jalan tak menyurutkan kecapan ciut
Dengan menciptakan gugusan berani
Beriringan daya khayal, kupu-kupu mengepakan imajinasinya
Dan tetap bersaing dengan kumbang
Dalam pencarian peristirahatan terakhirnya.
Risau di senin 23 April 2012
Tidak, tidak. Bukan saya yang ingin berbeda. Saya hanya
tidak ingin disamakan dengan yang lainnya.
Okei. Mulai lagi dengan keanehan entah ingin menulis apa.
Saya akan menceritakan tentang hal yang terjadi kemarin.
Apa yang saya rasakan ya?
Sedikit aneh sebenarnya. Tapi saya sendiri tidak tau apa
yang aneh “aneh”.
Hanya merasa tidak seperti biasa saja.
Dimulai dari pagi bisu yang menciptakan keheningan yang
panjang, berlanjut dengan kekurangsemangatan, lambung yang terlampau penuh,
keringat yang tidak mengucur dengan baik, rasa malas yang datang dengan
tiba-tiba, dan diakhiri dengan terlelap yang tidak disengaja.
Sudah beberapa waktu ini saya sering sekali tertidur secara
tidak sengaja.
Bahkan telepon genggam, masih terbuka dengan pencarian dunia
maya-nya.
Apa yang terjadi?
Bukan, bukan karena risau yang katanya entah apa itu, tapi
memang dimulai dari entah kapan saya sering tertidur.
Bukan, bukan karena rasa letih yang menghabiskan tenaga
secara luar biasa. Tapi tampaknya dari hati.
Patah hati?
Sepertinya bukan itu.
Jatuh cinta?
Heeem.. sepertinya juga bukan itu. Tapi apa iya?
Ah, sepertinya bukan itu.
Atau mungkin ini bukan tentang saya?
Atau mungkin ini tentang orang lain?
Tapi saya yang memikirkannya terlalu dalam?
Mungkin saja. Iya, mungkin ini tentang orang lain.
Bandung dengan kerisauan saat seninnya, 24 April 2012
-Risma Dwi MW-
Semangat Selasa
Selasa pagi.
Terbangun dari kelelapan yang beberapa waktu ini selalu
menjadi kebiasaan.
Terlelap dalam ketidaksengajaan saat tangan dan mata masih
aktif mengecek keunikan dunia.
Mentari masih malu-malu membagikan sinarnya dalam kehangatan,
saatnya memulai kebiasaan lagi menghadapi kegiatan seperti biasa.
Apa yang berbeda?
Saat menutup Senin dengan penuh perasaan yang aneh. Yang… katakan
saja risau. Lalu membuka Selasa ketika masih diberi kemampuan untuk meminta
permohonan.
Indah? Tentu saja.
Doa kecil yang diucapkan dengan lirih, dalam keheningan yang
tercipta, begitu menenangkan.
Raga sepertinya masih butuh istirahat. Ah, tidak. Bukan raga
yang butuh. Tapi hati, tapi jiwa.
Namun, begitu sulit sepertinya kembali ke alam ketenangan.
Sehingga berpikir untuk lebih baik menghadapi yang terjadi
dipagi ini.
Dengan sedikit pemaksaan, tubuh mengikuti perintah otak.
Lalu apa yang berbeda?
Yang berbeda adalah saat bibir memberikan gerak mendorong
kesamping, sehingga senyum tercipta.
Mengapa itu berbeda?
Karena terkadang tak perlu alasan yang pasti untuk tersenyum.
Yang terjadi kemarin, biarkanlah tutup buku.
Dan ya, tidak perlu alasan pasti untuk tersenyum.
Selamat pagi Selasa, selamat ceria =)
Bandung, 24 April 2012
-Risma Dwi MW-
Monday, April 23, 2012
Hening
Kita duduk terdiam disini, tenggelam dengan pikiran kita
masing-masing.
Udara itu menjadi saksi bisu.
Atmosfir yang tercipta membuat detak jantung terasa dekat
dengan telinga.
Kita duduk terdiam disini, tenggelam dengan pikiran kita
masing-masing.
Kau dengan ceritamu, dan aku dengan kenanganku.
Kata tercekat diantara pita suara, dan ya, disini sepi.
Kita duduk terdiam disini, tenggelam dengan pikiran kita
masing-masing.
Kau dengan kesibukanmu, aku dengan kerjaanku.
Bisa kan kita saling menyapa?
Kita duduk terdiam disini, tenggelam dengan pikiran kita
masing-masing.
Diantara jalanan yang lalu lalang oleh ratusan bunyi klakson
kendaraan itu,
Kita, saling diam dan membisu.
Kita duduk terdiam disini, tenggelam dengan pikiran kita
masing-masing.
Lalu kau beranjak dari tempatmu, dan aku tetap diam dalam
setiaku.
Hingga kita tidak lagi hanya berdua, hingga ada keramaian
menyapa, hingga kau sudah kembali di tempatmu, dengan heningmu. Hingga aku yang
masih sanggup terdiam tanpa sapamu.
Dan ya, kita tetap menciptakan hening yang panjang.
Bandung, 23 April 2012
-Risma Dwi MW-
Aroma kopi
Pagi ini tercium wangi kopi pertama yang begitu lembut,
begitu harum, begitu nikmat.
Kopi hitam dengan sedikit gula yang dituang dalam cangkir
putih.
Aroma kopi menyeruak dan membangunkanku dari tidurku. Ah,
aku tidak tidur, aku sudah terjaga saat matahari belum membagikan sinarnya.
Ini begitu nyata, tapi perasaanku mengatakan ini hanya bagian
dari perjalanan didalam mimpiku.
Kopi hitam dengan sedikit gula yang dituang dalam cangkir
putih.
Ingatanku menerawang di beberapa tahun silam. Sudah lama dan
usang, tapi belum ingin untuk dilupakan.
Mengapa? Karena itu dinamakan kenangan. Setidaknya, aku
mempunyai pengalaman.
Baikah? Tentu saja tidak. Ada juga buruknya.
Mengapa aku begitu suka untuk mengenang hal itu?
Karena itu tersimpan dimemoriku dengan baik.
Kopi hitam dengan sedikit gula yang dituang dalam cangkir
putih.
Terdengar suara band Coldplay memainkan lagu nya yang berjudul
The Scientist.
Ya, aku pernah terlalu berlebihan untuk menyukainya. Menambah
kecintaanku kepada Bandung, kota Kembang yang meskipun bukan tanah kelahiranku,
tapi sebagian besar umurku dihabiskan disini.
Berlebihan itu tidak selamanya baik.
Tapi, dengan secangkir kopi yang aku hirup dipagi ini, itu
mengingatkanku padanya.
Seseorang yang pernah menjadi penyemangat.
Aku suka dengan banyak hal. Mudah sekali membuatku
tersenyum. Termasuk dia, yang selalu bisa membuatku tersenyum.
Sudah lama aku menutup cerita tentangnya. Tak ada lagi
kegalauan tingkat tinggi, tak ada lagi kerisauan dalam hati.
Dan apa aku berhasil?
Tentu saja untuk membiasakan diri, aku berhasil dan bisa.
Tapi, kalau aku berhasil, untuk apa membahasnya lagi?
Aku hanya ingin mengenang masa lalu saja.
Kopi hitam dengan sedikit gula yang dituang dalam cangkir
putih.
Dia seperti kopi hitam itu.
Mengapa?
Karena kopi yang aroma nya aku hirup dipagi ini, bukanlah
kopi untukku.
Dengan harum kopi hitam yang menyeruak, aku tidak
meminumnya.
Seperti itu lah dia.
Apakah “Dia” hanya 1?
Tentu saja tidak. Masih ada “Dia” yang lain.
Tulisan ini untuknya, “Dia”, yang seperti Kopi hitam dengan
sedikit gula yang dituang dalam cangkir putih, yang bukan untukku.
Selamat Pagi Hati, selamat Senin.
Bandung, 23 April 2012, Lodaya 103
Salam Aroma Kopi,
-Risma Dwi MW-
Suatu pagi dikantor yang sunyi.
Setiap hari rasanya pasti ada saja yang berbeda.
Seperti hari ini. Saat pagi saya datang ke kantor, saya
hanya sendiri.
Berpikir, apa yang sebaiknya saya lakukan.
Anggap kata saya sudah masuk dua bulan bekerja disini.
Sebuah perusahaan kecil konstraktor atap dan plafond *yang
akan menjadi besar. Amiiiin*
Walau dibilang masih dalam masa percobaan dalam 2 bulan ini,
tapi sedikitnya saya merasa ada kebetahan disini.
Dari mulai udara segar pagi, saat menjelang ke Masjid,
hingga pulang dengan waktu kira-kira 1 jam perjalanan.
Semuanya saya nikmati. Sungguh.
Selalu senang? Tidak juga. Terkadang ada kesalnya, ada
sedihnya, ada menyebalkannya, ada marahnya juga.
Tapi, dibalik itu semua, setiap hari ada saja senyumnya.
Apa ya, yang membuat saya betah disini?
Perlu saya list gak ya?
Bisa dibilang pekerjaannya cukup banyak. Ada dimana hari, saya bahkan sampai lupa untuk minum dan ke kamar mandi. Dan tentunya ada saat saya menanti pulang dengan waktu yang cukup lama karena pekerjaan saya yang sudah selesai.
Bisa dibilang pekerjaannya cukup banyak. Ada dimana hari, saya bahkan sampai lupa untuk minum dan ke kamar mandi. Dan tentunya ada saat saya menanti pulang dengan waktu yang cukup lama karena pekerjaan saya yang sudah selesai.
Saya sudah 2 kali bekerja “kantoran”. Setiap kantor pasti
beda-beda rasanya.
Tak perlulah saya menulis perbedaannya disini. Karena saya
gak mau menjelekkan perusahaan tempat saya bekerja sendiri.
Sudah lama saya tidak menulis seperti ini. Mungkin mengisi
kekosongan dan mengisi waktu.
“Memang kamu gak kerja risma?”
Tentu saja bekerja. Lalu, apa gunanya saya datang ke kantor
setiap hari. Menulis juga pekerjaan bukan?
Bandung, 23 April 2012
Salam Senin semangat,
Risma Dwi MW
*tempat menulis : Jl. Lodaya 103-Bandung =)
Subscribe to:
Posts (Atom)