Tuesday, September 8, 2015

Cerita lain tentang Kita

“Kenapa enggak dateng sih? Dia temen kecil kita loh.”
“Enggak ah. Enggak deket”
“Halah, bilang aja males ditanya ‘kapan nyusul’ kan?”
“Hehehe. Lagian baru bangun. Ngerti lah.”
“Katanya baru bangun, tapi kenapa udah nongkrong disini? Rumah orang lagi!”
“Duh.. Galaknya. Berapa orang yang nanya kapan nyusul?”
“De-la-pan. Dua lagi dapet gelas.”

Dia merengut. Aku suka melihatnya merengut.

“Mau ditambahin enggak? Biar deket ke sepuluh terus bisa dapet gelas?”
“Oh. Mau dibuang ke rawa-rawa?”
“Hahaha... Terus kenapa enggak bawa pasangannya?”
“Pasangan yang mana? Yang dua bulan? Yang seminggu? Yang setahun? Yang..~”
“Yang belum bisa move on.. ?..”

Dia diam seketika.
“Yang belum bisa move on udah ditelen sama t-rex.”
“Enak aja!”
“Yeee.. memangnya ngomongin situ?”

Ada jeda 5 detik diantara Kami.
“Masih suka ya?”

Dia tidak menjawab.
Matanya menatap lurus ke depan.
***
Kami satu sekolah.
Satu kelas bahkan.
Dari mulai mengenakan seragam putih-merah hingga putih-abu-abu Aku mengenalnya.
Hingga tahun lalu Aku pindah tempat tinggal.
Orang tuaku membeli rumah sedikit lebih ke tengah kota.
Jadilah Kami bertetangga.

Hingga akhirnya Kami beda tempat kuliah. Dia mengambil jurusan Bisnis Menejemen dan Aku jurusan Seni Rupa.

“Tante, Aku mau ngambil buku gambar, kemarin ketinggalan di kamar Mia.”
“Kamu langsung ke kamar Mia aja deh, Dion, Mia nya belum pulang, ini tante tanggung lagi masak.”
“Oke, Tante.”

Kamarnya minimalis.
Ini tempat favoritku.
Semenjak Kami bertetangga, Aku suka sekali bermain disini. Terlebih Papahku dan Papahnya satu kantor.

Aku mengacak-acak kamarnya.
“Marah Dia pasti kalau berantakan gini. Dimana ya bukunya?”
Aku sibuk mencari kesana-kemari.
Dia memang apik.
“Aha! Ketemu.. Eh..”

Buku biru.
Biru, adalah warna kesukaannya.
Buku itu tidak sengaja jatuh bersamaan dengan ketika Aku menarik bukuKu.

“Lelaki itu mulai suka menggangguku.
Tapi Aku tidak merasa risih sama sekali.”

Wah.. Menarik..

“Dia tidak tau. Aku pun tidak tau.
Aku bersamanya ketika hatiKu memilih orang lain.”

Tanpa terasa jariku tetap membuka lembaran catatan singkat dengan tulisan tangan Mia.
Ini semacam buku harian, tetapi tidak terlalu rinci seperti buku harian kebanyakan.
Aku tahu, karena dulu ketika SD pun Aku memiliki buku harian, walaupun Aku seorang lelaki.

“Ingin rasanya aku berteriak di telinganya.
Tapi Aku tidak ingin merusak semuanya.”

Sepertinya Mia bukan seorang penulis yang rajin.
Rasanya dia menuliskan hanya beberapa kalimat setiap satu tahun sekali.

“Iya, Aku tau. Aku menyukainya sejak pertama.
Sejak insiden sepatu itu..”

Eh, tunggu...
Aku berkenalan dengan Mia karena Aku mengenakan sepatunya setelah ganti baju olahraga.
Aku dengan seenaknya mengambil sepatu yang bukan miliku.

“Raganya kini lebih dekat.
Aku bisa melihatnya kapanpun Aku mau.”

Kenapa..?..

“Dia tidak akan pernah melihatKu seperti Aku melihatnya.
Ya, Aku menyadari hal itu.”

Rasanya..

“Dia mengajariku membuat pie kentang, kesukaannya.
Yang juga menjadi kesukaanku, karena Dia.”

Pie kentang? Favoritku.

“Mamah bikin kue tuh, disuruh ke bawah. Kamu lama banget nyari bukunya?”
“Eh, iya. Iya.”
“Udah ketemu?”
“Iya, udah. Yuk ke bawah.”

Walau buru-buru Kuletakkan buku itu, tapi Aku rasa Dia tidak melihat Aku membaca catatannya.

Setelah berbincang dan menghabiskan kue buatan Mamahnya, Aku berpamitan pulang.

“Aku pulang dulu ya. Besok ada kuliah pagi nih. Bangunin dong...”
“Kamu pikir Aku jam weker? Bangun sendiri lah. Hape ada alarm nya loh.”
“Jadi enggak mau?”
“Hih! Ya udah, iya.”
“Gitu dong hehe”
“Terus...?”
“Apanya?”
“Terus, udah selesai baca catatan Aku nya?”

Aku terkejut. Dia tahu.
“Kamu liat?”
“Iya”
“Maaf ya. Tadinya penasaran. Terus kebaca banyak. Jadi makin penasaran”
“Kalau kebaca itu lebih ke enggak sengaja loh”
“Eh, iya maksudnya dibaca dengan sengaja. Hem. Itu... Aku?”
“Iya”

Dia melihatku sambil tersenyum simpul.

“Sejak kapan?”
“Tujuh tahun lalu..”
“Kenapa enggak bilang?”
“Enggak bisa di bilang Kamu enggak tahu ya. Temen-temen Kamu tahu juga kayaknya.”
“Aku pikir... Kamu bercanda.”

Dia menatap langit.
Kami terdiam beberapa detik.
“Ya udah sana pulang. Katanya besok minta di bangunin pagi.”
Dia mendorongku dari belakang.

“Aku..~”
“Enggak udah dipikirin terlalu dalam lah. Kamu enggak usah ribet mikirin perasaan orang lain. Sana masuk rumah. Byeee..”

Sesampainya di kamar, Aku berpikir.
Rasanya menjadi aneh.
Entahlah, Aku pun tidak tahu apa yang aneh.
Rasanya ada yang mengganjal di hatiku.

Jadi, selama ini Dia menyukaiku.
Dulu ketika SMA memang ada kabar bahwa Dia menyukaiku.
Hanya saja tidak Aku gubris.
Kupikir Dia hanya menggodaku. Karena Aku juga suka menggodanya.
Tapi ternyata..
***
Kejadian itu sudah setahun lalu.
Aku masih sedikit canggung jika dekat dengannya.
Tapi Dia masih bersikap biasa seperti tidak pernah ada kejadian apapun.
Sedikit tertolong dengan Aku yang dapat part-time di sebuah toko buku, jadi ada kesibukan dan tidak memikirkan kecanggungan itu.

“Eh, mau semur daging enggak?”
“Aduh, Aku masih kenyang. Kan baru dari kondangan.”
“Aku laper nih. Temenin makan yuk.”
Aku menarik tangannya untuk mengikutiku ke rumahku dan menemaniku makan.

Aku makan dengan lahap di ruang tengah.
Dia menemaniku sambil menonton televisi.

“Aku mandi dulu ya.”
“Tumben?”
“Hehe..”

Selesai Aku mandi, Dia sudah tidak ada di rumahku. Mungkin pulang.

Dan ketika akan pergi, Aku melihatnya yang akan masuk ke rumahnya.
“Aku mau kerja dulu.”
Sebelum Dia bertanya, Aku menjelaskan terlebih dahulu.

“Kita....”
Aku mendengarkan suaranya yang sangat pelan.
“Kita kan enggak ada apa-apa.”
“Oh. Iya. Kita memang enggak ada apa-apa.”
Dia membalikan badannya untuk masuk ke rumah.
Aku melihat badannya sedikit bergetar.
Kurasa Aku salah berbicara.
Aku tarik lengannya, “Tapi bukan berarti Kita enggak bisa ada apa-apa.”
Dia menatapku.
Mungkin ini saatnya Aku memulai hal baru dengannya.

_rdmw_

No comments:

Post a Comment