Dear Blog,
Saya mengetik ini dengan ditemani sakit kepala yang sesuai dengan arah berbalik perputaran bumi.
Apa ya.
Heeem... Dengan mata berkedip lemah yang diselingi dorongan pening untuk mengeluarkan sesuatu dari mulut.
15 menit yang lalu, saya merasakan peluh yang turun karena gerah. Tapi, saat ini saya merasakan gerogot dingin disekitar punggung.
Ah, saya akui, saya sakit sepertinya.
Dimulai dari tadi malam, saat hobi menyenangkan saya tolak.
Ya, semalam saya malas untuk tidur. Sekali lagi, MALAS untuk tidur. MALASnya dengan SANGAT, SANGATnya menggunakan capslock.
Dan bangun dengan biasa saja.
Kantuk yang tiba-tiba lenyap saat jemari saya menyentuh pisau untuk berteman dengan dapur, saya mulai heran.
Bukan karena saya mencoba menu makan siang baru dalam memasak dihari ini, tapi karena ini hari Selasa.
Tentu saja tidak ada hubungannya ini hari apa ataupun tanggal berapa bukan? Biarkan saja jari saya mengetik sesuka hatinya.
Lalu, berangkatlah saya perlahan menuju kantor, ah bukan, mencoba menjadikan ini sebagai rumah ketiga.
Baiklah, kita ulangi.
Lalu, berangkatlah saya perlahan menuju rumah ketiga saya.
Ah, rasanya masih kurang pas. Mungkin sebaiknya seperti ini,
Lalu, berangkatlah saya perlahan menuju tempat yang saya coba untuk dijadikan sebagai rumah ketiga.
Telaah dari ingatan saya, kekurangsemangatan itu ternyata bermula dari semalam.
Sebelum saya menolak untuk bercengkrama dengan mimpi.
Tapi sesaat setelah saya merasakan hardikan otot dibelakang lutut yang bahkan masih terasa sampai detik ini.
Sepertinya jaringan otot mulai mengeras dan menegur saya setelah semalam saya memanaskan tubuh dan berkeringat.
Tapi sapaan itu ternyata perlahan merambah ke kepala. Entah kepala bagian mana, yang pasti saya rasakan, saya pusing. Hanya itu.
Terasa aneh saat kita pernah berpura-pura sakit. Dan lebih aneh lagi saat kita berpura-pura sehat.
Saat waktu beribadah sudah memanggil, dan ketika pergantian mulai menapaki jalan saya, saya perlahan melangkah. Dan itulah saya merasakan, ternyata napas lebih dingin dibandingkan matahari yang menggoda.
Okei, saya merasakan pening lagi.
Nah, bertambahlah saat saya mengetik hingga di kata yang ini, perut saya melilit.
Mungkin asam lambung saya naik lagi. Sama seperti dulu. Penyakit karib lama yang memberikan salam.
Tapi hal itu tidak bisa menghentikan saya untuk bercerita perasaan saya saat ini.
Mari kita lanjutkan.
Apa ya, yang saat ini mau saya ceritakan.
Ah iya, jantung yang berdebar tidak sesuai dengan detik seperti biasa.
Dan saat saya makan siang dengan menu baru yang saya coba dipagi tadi, saya tidak merasa penuh pada lambung seperti biasa.
Setelah ditimbang saya sepertinya tidak sanggup untuk menahan ketukan pening, saya memutuskan untuk mencerna obat yang tanpa anjuran dokter.
Obat berkemasan biru yang telah dipisahkan oleh gunting dan menyisakan 1 dari 2 buah yang tergeletak saat ini disamping gelas bagian tubuh kanan saya.
Obat berbentuk memanjang, cukup punya nama, dan tersedia juga diwarung-warung kecil, yang diberikan oleh seorang baik hati secara cuma-cuma.
Saat saya sampai di kata ini, hujan sudah turun dengan riang gembira. Mencoba untuk mengajak bermain, dengan jeda bersembunyi dan kemudian berhamburan ramai kembali.
Dan sekarang, saya.....
Terima kasih hujan, sudah memberikan waktu syahdu untuk berteman lebih akrab dengan sakit saat ini.
Selasa, 29 Mei 2012 dengan mata sayu,
Risma Dwi MW
No comments:
Post a Comment