Dear Blog,
Ya saya ingat, hari ini dimana hari kontra-bon-yang-wawawa itu.
Ah tidak, hari ini tidak ada kontrabon.
Sepertinya memang jauh lebih mudah kata mengalir saat mata tidak bertemu mata.
Dan ada saatnya kalimat tidak lagi mengandalkan perasaan lawan bicara.
Yang hari ini saya rasakan adalah... Mati rasa.
Ya, saya mati rasa.
Diawali dari pagi ini, saat saya akan menuju perjalanan menghabiskan-waktu-dengan-ceria selama 8 jam, jantung saya berdebar dengan pelan.
Hal yang aneh adalah saat jantung berdebar tak karuan, dan yang lebih aneh lagi ketika jantung mengetuk secara sangat perlahan dan jauh dari biasanya.
Apa yang ingin saya ceritakan hari ini?
Mari kita mulai.
Rabu ini sudah terlalu banyak penekanan yang disuguhkan pada hati. Tapi.... ini dia yang aneh.
Saya tidak merasakan apapun.
Saya tidak merasakan hati yang teriris dengan sayatan pisau tajam.
Saya tidak merasakan jiwa yang terluka karena kesalahan.
Saya tidak merasakan torehan paku beton dalam rohani.
Dan saya juga tidak merasakan kerenyahan tawa yang super baik.
Tidak, ini bukanlah seperti saya yang biasa.
Oh, bukan. Bukan karena kegigihan saya berlipat menjadi ribuan, tapi mungkin karena sistem imun yang tidak maksimal.
Mengapa saya katakan demikian?
Anggap saja saya mencari peraduan kebenaran dengan menyalahkan hal lain.
Dengan keterlambatan pengisian karbohidrat kompleks juga vitamin, virus yang mendera sebagian dari kepala saya ini, terasa hingga ke lambung.
Sayup terdengar suara seruan pengabdian kepada Sang Maha dari segala Maha.
Juga hujan yang bercanda dengan kebisingannya, mulai mereda.
Dan inilah yang saya rasakan.
Untuk pertama kalinya, hati menjelma menjadi sekeras baja.
Hati saya mati. Yang bahkan terasa tanpa garam.
Bukannya tidak enak, saya malah merasa kesal.
Ya, saya kesal!!
Kesal!!
SAYA KESAL!!
Menjadi tanda tanya yang besar mengapa saya kesal. Entahlah! Saya hanya ingin merasakan kesal!
Hanya bermula dari penyakit lawas yang berbasa-basi menyapa.
Hanya karena itu.
Norma santun berkurang di Rabu ini. Tidak ada lagi kepedulian dari perkataan orang, di Rabu ini.
Mungkin pura-pura mati pilihan yang tepat.
Apa hari ini diselamatkan? Ya. Terima Kasih Tuhan,
Tapi pendengaran saya masih terasa panas. Diselingi dera sakit kepala yang membuyarkan air mata.
Terima kasih.
Salam dari hati yang bersikukuh bersembunyi dibalik beton,
Bandung, 30 Mei 2012
15.20 WIB
Risma Dwi MW
No comments:
Post a Comment