“Mbak Mari,
tunggu disini dulu ya, Saya ambil dulu uangnya.”
“Oke Bu.”
Baru saja
Aku mengantarkan hasil jahitan Ibuku kepada Bu Sumi yang merupakan tetanggaku. Rumah
Kami hanya beda blok saja.
Selagi
menunggu, Aku melihat-lihat tanaman Bu Sumi.
Bu Sumi
adalah seseorang yang ahli perihal tanam-menanam bunga. Walau pekarangan
rumahnya kecil, tapi terlihat rapih dan tidak bosan untuk dipandang.
Dan ketika
serius memerhatikan bunga kecil warna merah, Aku mendengar suara mobil yang
dipanaskan.
Honda Jazz biru..
Itu.... Salim..
***
“MARI!”
“IYA BU,
SEBENTAAAAR..”
“Masuk dulu
nak.”
“Iya Bu. Terima
kasih”
Ibu
memanggilku ketika Aku selesai membungkus kado untuk sepupuku yang berulang
tahun hari ini.
Aku
mendengar Ibu berbincang dengan seorang lelaki.
Entahlah,
suaranya seperti pemuda yang sebaya denganku.
“Ada apa Bu?”
“Nah! Ini dia
orangnya. Mari, ingat dengan Salim?”
“Salim?”
Lelaki itu
tersenyum.
“Aduh.. Nak
Salim, maaf ya. Mari sudah lama tidak pulang. Dia lupa pasti”
“BU.. INI
GULAINYA DIMATIIN JANGAN?”, Ayahku berteriak dari dapur.
“EH, TUNGGU
DULU! Mari, temani Salim dulu ya.”
“Eh, Bu,
tapi Aku..”
Dan kemudian
di ruang tamu hanya tinggal Aku dan Salim.
Salim,
rasanya nama itu ku kenal.
“Gimana
dengan Sukabumi?”
“Sukabumi? Hem..
jadi suka banjir. Mungkin karena udah masuk musim hujan.
Hem.. Salim
ya? Maaf. Akhir-akhir ini ingatan jangka panjangku kurang kuat.”
“Hahaha.. bukannya
dari dulu ya?”
Aku
terheran.
“Segitu
enggak berartinya ya, sampai Kamu lupa tentang Kita?”
“Hah?! Tentang
Kita?!”
Salim
terlihat sekali menahan tawa.
Aku mulai
memaksa otakku untuk berpikir dan mengingat tentang Salim.
Dan ketika
Aku mulai menyerah, Salim tertawa.
“Maaf Mari,
rasanya seneng bisa ngegodain Kamu lagi”
“Maaf Salim.
Aku enggak inget Kamu siapa”
“Enggak
apa-apa kok. Lagian dulu Aku cuma anak kecil laki-laki yang suka ngasih kamu es
lilin coklat kalau Kamu lagi kesel”
Di regangkannya
badannya sambil duduk.
“Sa..sa..??”
***
TK
“MARI! ADA
SASA NIH!”
Aku berlari
ke arah pintu.
“Sasa!”
“Aku udah
bawa buku gambar sama krayonnya”
“Aduh Sasa,
Kita kan hari ini mau ngegambarnya pake pensil warna”
“Pensil
warna Aku ketinggalan di sekolah”
Aku enggak
suka ngeliat Sasa sedih.
“Ya udah
Sasa, jangan sedih. Aku pinjemin pensil warna Aku ya.”
“Makasih ya
Mari”
“Iya”, Aku
tersenyum lebar.
***
SD
Aku kesel
hari ini. Mainan tanah liat Aku rusak. Walau katanya tidak sengaja dirusak,
tapi tetep aja kesel. Aku enggak akan main sama Alina lagi. Dia jahat.
“Nih”
Es lilin
cokelat.
“Jangan gitu
mukanya. Aku enggak suka kalau ngeliat muka Mari gitu. Mendingan makan es lilin
aja”
“Kenapa sih,
setiap Aku kesel Kamu kasih Aku es lilin cokelat?”
“Karena Aku
suka es lilin cokelat.”
***
SMP
“Aku harus
ikut Mas Agus ke Sukabumi”, ucapku sambil menikmati es lilin cokelat yang ke
dua.
Dia berhenti
membuka tali sepatunya dan melihatku.
“Kenapa?”
“Mas Agus
mau SMA disana. Sekalian nemenin Abah sama Ambu”
“Terus
kenapa Kamu harus ikut?”
“Kalau Mas
Agus bantuin Abah di peternakan, Aku nemenin Ambu di rumah.”
“Terus kapan
Kamu berangkat?”
“Mas Agus
nunggu apa dulu gitu, Aku enggak inget”
“Oh..”
“Cuma ‘Oh’
aja?”
Dan Sasa
malah ngebahas tentang tugas sekolahnya.
***
“SASA! KAMU
SASA!”
“Giliran
Sasa Kamu inget, nama asli Aku Kamu enggak inget. Mari.. please lah.. Itu nama
perempuan”
Mukanya
langsung berubah.
Aku langsung
memeluknya.
“Astaga
Sasa! Aku minta maaf enggak inget. Astaga Sasa, Kamu kok bisa berubah gini?! Sasa!
Kamu olahragawan sekarang?”
Aku memegang
lengannya bagian atas.
“Mari.....”
Mukanya
memperlihatkan kekesalan.
“Maaf Sasa. Maaf.
Aku.. WAW! Aku enggak percaya. Terus Kamu mau ngapain kesini?”
“Loh?! Memangnya
enggak boleh ketemu temen masa kecil?”
“Boleh lah! Astaga
Sasa”
“Kamu tuh
ya, Sasa-sasa terus. Salim, Mari. Salim”
“Pokoknya
Kamu tetep Sasa buat Aku.”
“Setelah
bertahun-tahun menghilang yang enggak pamitan, terus ketika dateng beberapa
hari lalu, enggak ada keinginan untuk menghubungi Aku gitu?”
“Hahaha..
Maaf Sa, Aku ngurusin kepindahan Aku kuliah aja kemaren cukup ribet. Terus Aku
lupa kalau Kamu masih hidup di komplek ini”
“Hidup di
komplek ini? Hidup? Haa~aah”
Direbahkannya
badannya.
“Segitu
enggak pengen ketemu ya?”
“Astaga
Sasa, kenapa Kamu berubah jadi mellow dan lebay gini sih? Baperan kayak anak
zaman sekarang ya?”
“Bukan gitu
sih. Tapi...”
“Tapi..?..”
“Mari.. Pacaran
yuk?”
Salim
menatapku dengan serius.
Aku
tercengang.
“Hah?!”
“Aku serius.”
“Iya, Aku
tau ketika orang sedang serius kayak apa. Tapi.. Sa? Kamu bercanda?”
“Aku serius,
Mari. Kesempatan Aku ketemu lagi sama Kamu. Aku enggak mau basa-basi lagi. Enggak
mungkin dulu setelah sekian lama dan Kamu enggak merasakan apapun ke Aku”
“Mungkin
dulu iya. Tapi Salim, itu udah lama banget. Kamu temen kecil Aku, temen deket. Dan..
enggak mungkin deh kayaknya.”
“Apanya yang
enggak mungkin? Aku punya perasaan sama Kamu, Mari. Kalau Kamu pun punya, Kita
bisa jalanin kan?”
“Enggak bisa
Sa”
“Kenapa
enggak bisa? Karena Kamu udah enggak kenal Aku lagi? Aku enggak berubah Mari,
Aku masih sama seperti Sasa yang dulu. Aku masih..~..”
“Aku udah
tunangan Sa.”
Salim
terdiam. Antara terkejut, sedih dan menyesal. Aku tidak bisa memaparkan yang
terlihat di mukanya.
Salim
melepaskan tanganku.
“Kamu
terlambat Sa. Coba kalau Kamu datang setahun yang lalu. Mungkin..~..”
“Kalau
terlambat, tidak ada kata mungkin, Mari. Maaf Aku mengganggumu. Mungkin sebaiknya
Aku pulang ya.”
“Sa..”
“Kamu
bahagia?”
“Aku..”
“Mari, Kamu
bahagia?”
Aku
menganggukkan kepalaku perlahan.
“Aku
terlambat. Ini pelajaran ya. Sedikit sakit dan menyedihkan ya. Tapi, terima
kasih sudah memberikan jawaban.”
“Maaf ya Sa...”
“Aku yang
minta maaf. Kita enggak bisa berteman dekat lagi, Mari”
“Cuma karena
Aku bertunangan, Kita enggak bisa temenan kayak dulu?”
“Terserah
Kamu mau berpikiran apa tentang Aku. Tapi, dengan ngeliat Kamu dengan lelaki
lain, dan yang Aku rasain ke Kamu, susah buat Aku ngilangin niat mengganggu
hubungan Kamu.
Mending Aku pamitan.
Pamitkan Aku juga kepada Ayah dan Ibumu ya.
Mari, satu
hal yang harus Kamu tau. Aku menyukaimu sejak sebelum Aku mengenal rasa suka. Selamat
tinggal Mari”
Aku melihat
punggunggnya. Hal terakhir yang juga Aku lihat bertahun-tahun lalu ketika Aku
akan berpetualang di Kota lain.
***
Salim akan
masuk ke mobilnya sambil membawa tas gendongnya.
Walau
berjarak 15 meter, tapi Kami sempat bertatapan. Dan kemudian dia membuka pintu
mobilnya lalu mulai beranjak pergi.
Ya Salim,
Aku tahu. Setelah Aku memberitahu tentang pertunanganku, Aku akan kehilanganmu.
Kamu pikir Aku tidak tau perasaanmu ketika dulu. Maka dari itu Aku tidak
mendatangimu. Jangan menyulitkanku untuk memilih. Karena tidak perlu ditanya
siapa pilihanku.
_rdmw_