“Teh, payungnya teh?’
“Ayo teh, hujan.”
Wanita itu menggeleng sambil tersenyum dan
masuk kedalam gedung besar itu terburuburu.
Hujan memang tidak turun dengan deras sih.
Tapi tetap saja membuat basah.
“Edan jang, dingin nyak?”
Aku hanya mengangguk sambil tetap mencari
orang yang mau menyewa payung yang aku punya.
“Payungnya a?”
“Berapa?”
“Tiga ribu we a.”
Hujan tetap turun.
Tidak ada tanda-tanda mereda, tidak ada
tanda-tanda turun lebih lebat.
Aku mengikuti lelaki muda ini berjalan menuju
arah utara.
Katanya sih tidak jauh. Tapi kami sempat
berhenti ketika telepon genggamnya berbunyi.
Dari gaya bicaranya, sepertinya dia berumur
25-an keatas.
“Kembalianna ambil we nyak jang”
“Nuhun a.”
Lima ribu rupiah langsung aku masukan ke kantong kanan.
Mungkin itu tidak berarti banyak baginya, karena baru
saja lelaki itu masuk ke mobil merah mewah yang warnanya masih mengilat.
Lumayan buat tambahan uang jajan. Kalau Ibu
dibeliin gehu pasti seneng deh.
Ah, ada yang meratap melihat hujan.
“Teh, payungnya teh?”
Dia tersenyum lalu mengeluarkan payung
merahnya.
Yaaah, aku kecewa. Mungkin teman-temanku juga
kecewa.
Tapi ya sudahlah. Kata orang, rezeki gak akan
kemana.
Aku melihat hujan dan orang yang lalu lalang.
Hujan ini pasti akan membuat bocor atap rumahku. Maklum, rumah lama dan rumah
jelek.
Tapi disisi lain, hujan ini salah satu rezeki
yang tidak terduga.
Ngojek payung setengah harian, bisa buat makan
sekeluarga 1 hari.
Makasih hujan.
***
Lima kurang sepuluh.
Mungkin setiap 5 menit sekali saya melihat jam
tangan yang bergantung disebelah kiri.
“AAKKKK!! Angkotnya jangan ngetem lagi dong
maaang”
Teriak saya dalam hati.
Sudah ke 3 kalinya angkot ini berhenti dititik
yang mereka anggap akan menambah penumpang dalam mobilnya.
“Kiri”
Akhirnya sampai. Saya kasih uang selembar dua
ribuan dan receh lima ratusan kepada sang supir.
Saya terobos saja hujan ini. Semoga hujannya
bisa membuat pikiran saya lebih lega akibat pekerjaan suntuk di kantor tadi.
“Teh, payungnya teh?’
“Ayo teh, hujan.”
Saya menggeleng sambil tersenyum.
Takut terlambat, saya percepat langkah saya.
“Mbak ‘Monster University’ yang jam 17.05.”
“Berapa tiket mbak?”
“1”
“Monster University jam 17.05 1 tiket ya mbak.
Silahkan.”
“Terima kasih”
Tujuh kurang lima belas.
Lobby ini masih ramai ternyata. Banyak yang
mengurungkan niat untuk pulang atau bahkan pergi dari tempat ini.
Saya lihat langit sambil berpikir. Hujan tetap
turun.
Tidak ada tanda-tanda mereda, tidak ada
tanda-tanda turun lebih lebat.
“Teh, payungnya teh?”
Aa~ah.. Anak-anak ini masih mencoba peruntungan
dengan menyewakan payung yang mereka punya.
Saya mengeluarkan payung merah yang saya
punya.
Aduh, maaf ya adik-adik, membuat kecewa.
Mungkin lain kali.
Saya jalan menyusuri hujan hingga naik
angkutan umum dengan tujuan daerah rumah saya.
Dingin.. Ah, semoga hujan bisa membuat kepala saya juga
dingin.
Bandung, 15 November 2013
No comments:
Post a Comment