“Selamat pagi, Bayn Sayang. Bangun dong. Kamu enggak akan kerja, Sayang?”
Mataku langsung terbelalak.
Aku terkejut!
Jam di mejaku menunjukan pukul 3.15 pagi.
Dan ya, kamarku kosong.
Suara itu hanyalah mimpi semata.
Kubangunkan tubuhku.
Mungkin lebih baik Aku mengambil segelas atau setengah gelas air bolehlah, untuk kuminum.
Perkenalkan, namaku Bayn Yusuf.
Usiaku 35 tahun.
Dan masih sendiri.
Maksudku... belum menikah.
Aku adalah seorang Kepala bagian disebuah perusahaan yang bergerak dibidang jasa.
Sudah memiliki rumah sendiri, memiliki sebuah motor, sebuah mobil, dan menjadi korban bully teman-teman dekatku.
Sebelumnya kuperkenalkan sekilas saja tentang teman-temanku.
Aku memiliki 8 orang teman dekat.
5 perempuan dan 3 orang lelaki.
Kami berteman dekat sejak kuliah.
Dan ya, Mereka semua sudah berkeluarga.
Sebenarnya Aku tidak begitu menggebu-gebu untuk menikah.
Tapi bukan berarti Aku tidak ingin menikah ya.
Karena Kakekku bukan berasal dari Indonesia dan saudara Kakek ada beberapa yang berusia 40 lebih baru menikah, membuat keluargaku tidak menuntutku untuk sesegera mungkin memiliki istri.
“Jodoh pasti akan datang, Bayn. Sabar saja”, Nenekku selalu berkata seperti itu.
“Apa mungkin Kamu suka sesama, Bayn? Tapi enggak sadar atau mungkin enggak mau ngakui?”
Dwima, adalah salah satu sahabat dekatku. Dia merupakan tempat curhat sejuta umat, termasuk Aku dan semua teman dekatku sejak Kami kuliah dulu.
“Amit-amit Wi. Enggaklah. Aku masih suka perempuan kok. Kamu taulah perempuan yang dekat sama Aku dulu siapa aja. Bahkan Aku sempat suka sama Anita.”
Anita adalah salah satu teman dekat Kami juga.
“Mungkin dulu sama sekarang... beda..?”
“Enggak Wi, bener deh. Aku masih suka perempuan.”
Dwima menghela napasnya sedikit panjang.
“Lagian kalau suka sesama enggak ngebuat Kita jadi ngejauh, Bro”
Dwima memandang Tama, suaminya, yang juga kebetulan salah satu teman dekatku.
“Eh, ini Aku konteksnya serius loh, Sayang. Kita enggak akan berubah kan, Bayn suka siapa aja dengan jenis apa aja...”, ucap Tama seperti membalas tatapan Dwima yang seolah berkata obrolan-ini-bukan-bahan-becandaan itu.
“Terus kenapa tiba-tiba ngebahas ini, Bayn? Biasanya kan enggak peduli”
“Jangan-jangan Mamah-Papah udah nanyain? Udah minta Cucu?
Tinggal bikin sih Cucu mah kan enggak harus nikah dulu hahahaha”
“Sayang, mendingan Kamu masak kek, nyebrangin orang tua kek, jualan rengginang kek sana.
Aku lagi ngobrol serius loh ini”, Dwima melemparkan pandangan paling sinis dan galaknya ke arah Tama.
Aku sempat ikut tertawa karena omongan Tama.
Tapi melihat mereka berantem sambil becanda ini membuat suntukku hilang.
Iya juga ya. Entah kenapa tiba-tiba Aku curhat masalah yang selama ini sebenarnya tidak begitu menggangguku.
***
“Met milad, Bro!
Hari ini kumpul di Turbo jam set2 ya.
Anak-anak juga mau pada dateng.
Dwima udah bikinin kue”
Ah, iya.
Ini hari ulang tahunku.
Terbesit kesedihan diotakku.
Eh, kenapa Aku harus sedih?
Kuambil telepon genggamku dan menghubungi Mamahku.
“Selamat ulang tahun, Nak. Terus kapan ke Singapur lagi?”
“Bawa Istri dong, Bang”
“Aduh, Dia ngeluarin kata keramat”
“Ba.. ba.. baaa.. baaaaaaaa....”
Dan kemudian Jerry, Anak dari Adik perempuanku menangis.
Dan selalu seperti itu setiap Aku dan keluargaku berhubungan melalui Video Call.
Adikku menikah dan ikut suaminya tinggal di Singapura.
Dan 6 bulan lalu Mamah dan Papah memutuskan untuk tinggal juga disana.
Kami memiliki 3 tempat tinggal yang bersebelahan disana. Peninggalan Kakekku dulu.
“Iya, terima kasih atas semua doa dan perhatiannya ya gengs.
Sekarang, Aku mau mandi dan nyari Istri dulu. Kali aja ada yang beli satu gratis satu.
Daaaah”
Aku masuk kamar mandi setelah puas tertawa dengan keluargaku.
“Selamat, Bro! Ulang tahunnya udah. Istrinya kapan?”
“Tuhkan! Aku udah yakin loh, Bayn, anak-anak pasti nge-bully Kamu hahaha”
“Habisan Kamu mukanya minta di bully, Bro!”
“Aku tau deh make-a-wish-nya. Pasti jodoh!”
“Pasti, ‘Tuhan, karena telat, jadinya double ya’ hahaha”
Aku ikut tertawa.
“Atau Kamu suka sesama kali, Bayn?”
“Udah-udah. Kuenya dipotong dulu dong. Ala-ala anak muda gitu”, Dwima mengalihkan pembicaraan.
“Oke. Oke. Gini deh,
Kalau ada disini, perempuan, yang ulang tahun juga, Aku nikahin. Aku jadiin istri. Hahahaha”
“Waaah! Bener ya?!”
“Iya, bener..”
“Serius?!”
“Wah! Parah Bayn hahaha”
Teman-temanku heboh.
“Selamat ulang tahun.. Selamat ulang tahun.. Selamat ulang tahun Nila.. Semoga panjang umur..”
“Happy Birthday, Nila! Yeeeeaaayyy!”
Terdengar lagu ulang tahun dinyanyikan berselang dua meja dari Kami.
Sebuah kue berlilin angka 2 dan 6 dibawa oleh salah satu pramusaji.
Aku dan teman-temanku saling pandang.
***
“Jodoh pasti akan datang, Bayn. Sabar saja. Tapi... Hati-hati dengan ucapanmu”, Aku lupa dengan pesan lengkap Nenekku.
_rdmw_