“Mah, Lury berangkat dulu yaaaa....”
“Kamu enggak sarapan dulu, Nak?”
“Enggak sempet, Mah.”
“Yaudah, di bekel aja, di bekel.”
Aku menunggu di sebelah meja makan sementara Mamahku mengambil tampat makan ke belakang.
“Lagian masih jam segini Kamu udah buru-buru. Ada apa sih?”
“Kan motorku di bengkel, Mah. Jadi hari ini mau ngangkot.”
“Kenapa enggak bareng Papah aja?”
“Enggak ah. Papah mah suka berangkat mepet jam kantor. Nanti Aku telat. Aku harus nyiapin materi meeting jam 10, Mah”
“Ya udah, ini”
“Aku pergi ya Mah.
Paaaah, Aku pergi.
Iyaaa. Hati-hati.
Dadah Mamah”
Setelah mencium Mamahku, dengan kecepatan super Aku mengambil kotak makanku dan melakukan ritual nanya-sendiri-jawab-sendiri seperti biasa.
Syukurnya Aku sampai lebih cepat di kantor. Dan berhasil menyiapkan materi tanpa ada yang tertinggal.
Sore menjelang.
Rapat yang bertotal 4 jam membuat alur waktu tidak terasa.
Mungkin karena Aku yang presentasi kali ya.
“Ry, pulang bareng?”
“Eh, Mas Albert..
Enggak deh”
“Tapi bukannya motor Kamu lagi di bengkel?”
Kenapa Dia bisa tau?
“Iya Mas, ini mau ngambil kok.”
“Ya udah Aku anterin ke bengkelnya aja.”
“Enggak usah Mas. Makasih, Aku duluan ya.”
“Tapi Ry...~...”
Secepat kilat Aku melangkahkan kaki untuk menjauh dari Mas Albert.
Kata rekan-rekan kerjaku, Mas Albert punya ketertarikan kepadaku.
Bukannya Aku enggak sadar dan enggak kerasa.
Tapi......
DIA SUDAH PUNYA PACAR!!
Dan Aku paling males jadi masalah di kehidupan percintaan orang lain.
Salah satu ujian kesabaran adalah ketika pulang sore dan jamnya banyak orang pulang kantor.
Terlebih Aku sedang menggunakan kendaraan umum.
Walau rumahku tidak di dekat dengan terminal, tapi Aku lebih senang duduk di pojok dekat jendela belakang.
Setidaknya Aku bisa melihat pemandangan dengan kaca yang cukup lebar, walaupun yang terlihat kendaraan lagi, kendaraan lagi.
Ketika sedang iseng menghitung kendaraan roda dua berwarna merah, ada salah satu pengendara bermotor laki-laki menarik perhatianku.
Dia bernyanyi tanpa suara meresapi lagu yang dinyanyikannya dengan penuh penghayatan sambil memejamkan mata.
Sepertinya Dia menggunakan earphone dan mendengarkan lagu kesukaannya.
Karena terlihat sangat hapal sekali.
Dengan pengucapan sangat jelas, Aku sampai merasa berhasil menebak judul lagunya.
Tanpa sadar, Aku menahan tawa dengan cara tersenyum.
Dia melihatku dengan kaget dan menghentikan kegiatannya.
Aku tersenyum padanya.
Dengan terlihat malu, Dia membalas senyumku.
“Lis-ten, Be-yon-ce”
Ucapku sejelas mungkin tanpa suara sambil menunjuk telingaku.
Dia mengangkat jempolnya.
Kemudian dikeluarkan telepon genggam dari sakunya dan seperti mencari sesuatu.
Melihatku lagi dan melakukan gerakan seperti memintaku untuk menebak lagu yang sedang didengarkannya.
Berulang lagi kejadian Dia menghayati lagu dan menyanyikan tanpa suara.
“Ha-ppy, Pha-rrell Wi-lli-ams”
Diangkatnya lagi jempolnya sambil tersenyum sumringah.
“Satu lagi”, ucap gerakan tangannya.
Sekali lagi berulang Dia melakukan gerakan menyanyi di mulutnya.
Untuk yang kali ini dahiku berkerut.
Ucapannya sangat tidak jelas dan membuatku sangat bingung.
Melihat mukaku kebingungan, dia tersenyum jahil.
“See you a-gain, ba-gi-an Wiz Kha-li-fa-nya”
Pantesan aja Aku enggak bisa nebak.
Aku memperlihatkan muka kesal kepadanya.
Angkot yang kunaiki sudah berhasil melewati perempatan lampu merah yang macet.
Arah yang kutuju lurus, sedangkan Dia berbelok ke arah kanan.
Kami saling berpandangan dan saling menganggukan kepala menandakan saling berpamitan.
_rdmw_