Sunday, January 31, 2016

Cerita lain tentang dibalik jendela

“Mah, Lury berangkat dulu yaaaa....”

“Kamu enggak sarapan dulu, Nak?”

“Enggak sempet, Mah.”

“Yaudah, di bekel aja, di bekel.”

 

Aku menunggu di sebelah meja makan sementara Mamahku mengambil tampat makan ke belakang.

 

“Lagian masih jam segini Kamu udah buru-buru. Ada apa sih?”
“Kan motorku di bengkel, Mah. Jadi hari ini mau ngangkot.”

“Kenapa enggak bareng Papah aja?”

“Enggak ah. Papah mah suka berangkat mepet jam kantor. Nanti Aku telat. Aku harus nyiapin materi meeting jam 10, Mah”

“Ya udah, ini”

“Aku pergi ya Mah.

Paaaah, Aku pergi.

Iyaaa. Hati-hati.

Dadah Mamah”

 

Setelah mencium Mamahku, dengan kecepatan super Aku mengambil kotak makanku dan melakukan ritual nanya-sendiri-jawab-sendiri seperti biasa.

 

Syukurnya Aku sampai lebih cepat di kantor. Dan berhasil menyiapkan materi tanpa ada yang tertinggal.

 

Sore menjelang.

Rapat yang bertotal 4 jam membuat alur waktu tidak terasa.

Mungkin karena Aku yang presentasi kali ya.

 

“Ry, pulang bareng?”

“Eh, Mas Albert..

Enggak deh”

“Tapi bukannya motor Kamu lagi di bengkel?”

 

Kenapa Dia bisa tau?

 

“Iya Mas, ini mau ngambil kok.”

“Ya udah Aku anterin ke bengkelnya aja.”

“Enggak usah Mas. Makasih, Aku duluan ya.”

“Tapi Ry...~...”

 

Secepat kilat Aku melangkahkan kaki untuk menjauh dari Mas Albert.

Kata rekan-rekan kerjaku, Mas Albert punya ketertarikan kepadaku.

Bukannya Aku enggak sadar dan enggak kerasa.

Tapi......

DIA SUDAH PUNYA PACAR!!

Dan Aku paling males jadi masalah di kehidupan percintaan orang lain.

 

Salah satu ujian kesabaran adalah ketika pulang sore dan jamnya banyak orang pulang kantor.

Terlebih Aku sedang menggunakan kendaraan umum.

Walau rumahku tidak di dekat dengan terminal, tapi Aku lebih senang duduk di pojok dekat jendela belakang.

Setidaknya Aku bisa melihat pemandangan dengan kaca yang cukup lebar, walaupun yang terlihat kendaraan lagi, kendaraan lagi.

 

Ketika sedang iseng menghitung kendaraan roda dua berwarna merah, ada salah satu pengendara bermotor laki-laki menarik perhatianku.

 

Dia bernyanyi tanpa suara meresapi lagu yang dinyanyikannya dengan penuh penghayatan sambil memejamkan mata.

Sepertinya Dia menggunakan earphone dan mendengarkan lagu kesukaannya.

Karena terlihat sangat hapal sekali.

Dengan pengucapan sangat jelas, Aku sampai merasa berhasil menebak judul lagunya.

 

Tanpa sadar, Aku menahan tawa dengan cara tersenyum.

 

Dia melihatku dengan kaget dan menghentikan kegiatannya.

Aku tersenyum padanya.

Dengan terlihat malu, Dia membalas senyumku.

 

“Lis-ten, Be-yon-ce”

Ucapku sejelas mungkin tanpa suara sambil menunjuk telingaku.

 

Dia mengangkat jempolnya.

 

Kemudian dikeluarkan telepon genggam dari sakunya dan seperti mencari sesuatu.

Melihatku lagi dan melakukan gerakan seperti memintaku untuk menebak lagu yang sedang didengarkannya.

Berulang lagi kejadian Dia menghayati lagu dan menyanyikan tanpa suara.

 

“Ha-ppy, Pha-rrell Wi-lli-ams”

 

Diangkatnya lagi jempolnya sambil tersenyum sumringah.

 

“Satu lagi”, ucap gerakan tangannya.

 

Sekali lagi berulang Dia melakukan gerakan menyanyi di mulutnya.

 

Untuk yang kali ini dahiku berkerut.

Ucapannya sangat tidak jelas dan membuatku sangat bingung.

 

Melihat mukaku kebingungan, dia tersenyum jahil.

 

“See you a-gain, ba-gi-an Wiz Kha-li-fa-nya”

 

Pantesan aja Aku enggak bisa nebak.

Aku memperlihatkan muka kesal kepadanya.

 

Angkot yang kunaiki sudah berhasil melewati perempatan lampu merah yang macet.

Arah yang kutuju lurus, sedangkan Dia berbelok ke arah kanan.

 

Kami saling berpandangan dan saling menganggukan kepala menandakan saling berpamitan.

 

_rdmw_

 

Sunday, January 24, 2016

Digosipin Berubah

Aloha Bubbly-Blog..

Asa udah lama enggak bikin cerpen ya.. Hem..

Tapi postingan kali ini bukan cerpen sih ya.

 

Kejadiannya beberapa bulan lalu..

 

Jadi gini...

Saya adalah salah satu pelanggan setia Amidis.

Jadi kalau beli air galon, merk nya Amidis.

Kalau beli air minum dalam kemasan gelas, merk nya Amidis.

Kalau beli air minum dalam kemasan botol sedang, merk nya Amidis.

(untuk dikonsumsi di rumah ya)

 

Karena udah langganan beli merk Amidis, Bapak penjual langganan Saya udah tau. Kalau Saya kesana pasti beli Amidis.

 

Suatu ketika, Saya ada acara gitu.

Pas mau pesen, ternyata Bapaknya sedang nganterin air galon ke tempat lain.

Titip pesen we Saya ke mas-mas fotokopian (kebetulan mereka satu kios gitu).

 

“Mas, Saya mau ini” (nunjuk ke karton air minum dalam kemasan gelas merk yang berbeda)

“Yang ini?”

“Iya. Dua dus ya Mas”

“Yang ini kan teh?

Iya teh nanti dibilangin”

 

Terus udah we Saya pulang. Nunggu dianterin ke rumah.

 

Enggak berapa lama kemudian, Bapaknya dateng.

 

“Neng, bener kan mesen yang ini? Dua dus?”

 

“Iya Pak.”

(bingung dan bertanya dalam hati. Soalnya Bapaknya kayak ragu gitu)

 

“Memang udah enggak minum Amidis lagi ya?”

 

“Eh enggak Pak. Bukan gitu.

Ini si air nya mau di masukin ke besekan (semacam nasi kotak gitu)”

 

“Oooh..

Soalnya si Aa’ fotokopi bilang : Pak, itu si teteh Amidis pesen RIN87 dua dus.

Kata Saya teh : Iya gitu? Enggak Amidis? Enggak salah itu teh?

Terus Aa’ fotokopi bilang : Enggak da Pak. Saya juga udah nanya. Tapi da bukan Amidis.

Ganti air minum gitu ya si teteh teh?

Makanya Bapak teh bingung neng, kenapa enggak pesen Amidis. Bisi salah.”

 

“Hahahahaha.. Enggak kok Pak, Saya masih setia sama Amidis..”

 

Si teteh Amidis.

 

Mereka enggak tau nama Saya siapa.

Dan membuat nama panggilan sendiri hahahaha

 

Da Aku mah apa atuh, cuma beli beda merk sekali aja langsung di gosipin (>,<)

 

Bandung, 24 Januari 2015

Salam,

Risma Dwi MW

 

*tulisan ini tidak berbayar ya =))