“Eh, Nya, kemaren Aku liat David di Cafe Tengah. Bukannya itu
tempat kesukaan Kita kalau kumpul kan ya?”
“David? Di CT? Oiya? Salah liat kali Ra.”
“Masa? Memang jauh sih duduknya dari tempat Aku duduk. Aku
lagi rapat sih, jadi enggak bisa melipir liat lebih deket. Tapi mirip loh. Mirip
banget”
“Muka Aku pasaran kali, Ra”
Rara dan Aku kaget ketika David datang tiba-tiba.
“Kamu tuh ya, ngagetin aja”, ucapku sambil mengelus dada.
“Kamu kaget Sayang? Aduh, maaf ya hehe”
“Pak Dono belum dateng, Ra?”
“Oh udah. Tapi tadi Dia Aku minta beliin batagor. Nah... itu
dia.”
“OK. Bye Ra..”
“Bye Anya, bye David”
***
“Mbak Anya, kemarin Aku lihat Mas David loh.”
“Lah? Tempat kerja kaliankan satu daerah. Tentu aja Kamu
liat Fi.”
“Eh, maksudnya Aku lihat Mas David lagi di toko. Kayaknya
sama Adeknya. Soalnya manggilnya ‘Abang’. Tapi karena Aku lagi ngepak barang
ya, jadi enggak bisa nyapa.”
David anak tunggal, dan kemaren Dia bilang keluar kota
ketemu klien.
“Ya sudah ya Mbak Anya. Saya balik ke toko dulu. Nanti kalau
ada buku baru, Saya kabarin. Kalau ada buku lagi yang mau Mbak Anya cari, kasih
tau Saya ya. Nanti Saya carikan. Mari Mbak Anya”
“Siap Lefi, makasih ya.”
“Syg, gmn tugas luar kotanya? Lancar? Lefi bru ksini
nganterin buku yg baru Aku psn.
Kmu jgn lupa mkn ya. Trus kpn plg?”
Aku harus konfirmasi ke David tentang siapa yang
mengunjungiku. Itu sudah semacam peraturan tidak tertulis untuk Kami taati.
“Iya syg. Maaf ya, Aku gak bs ngehub kamu dulu. Bnyk bgt
kerjaan Aku. Ini aja msih rapat.
Kmu jgn lupa mkn jg ya syg. Aku blum tau kpn plgnya. Nanti Aku
kabarin lgi.”
David membalas pesan singkat yang Aku kirimkan padanya.
***
“ANYA!”
Rara melambaikan tangannya kepadaku.
Kami janjian makan siang bersama.
Rara dan Aku adalah teman ketika SMA.
Hanya sebatas kenal saja.
Ketika Aku bekerja dikantorku yang sekarang, Aku bertemu
lagi dengan Rara di kantin kantor.
Kantor Kami satu gedung, tetapi beda perusahaan.
Jadi terkadang, jika David tidak bisa menjemput, Aku ikut
pulang bareng Rara yang selalu dijemput oleh supirnya.
“Eh Nya. Ini serius ni ya. Kemarin Pak Dono, ketemu sama
David di Warung Bakmi.”
“David? Di Warung Bakmi?”
“Iya. Pak Dono cerita. Kan Aku minta dibeliin Bakmi, terus
pas Pak Dono kesana, ketemu sama David. Davidnya enggak ngeliat sih. Tapi Pak
Dono yakin, itu David banget.”
“Enggak salah liat lagi kayak waktu Kamu itu?”
“Enggak kalau yang ini. Pak Dono itu supir kepercayaan, Nya.
Enggak mungkin salah dan enggak mungkin bohong.”
“Yang bilang bohong siapa, Ra? Aku kan cuma bilang mungkin
salah liat.”
“Soalnya..... David sama perempuan lain.”
“Kliennya David itu banyak yang perempuan. Dia selalu cerita
kok ke Aku semua kliennya.”
Aku dengan santai menyuap Nasi Ayam yang kupesan.
“Hem.. Klien tapi kok suap-suapan?”
Kunyahanku terhenti.
“Suap-suapan?”
“Iya. Kata Pak Dono Mereka suap-suapan, Nya”
***
Di usiaku yang sekarang, sudah tidak cocok rasanya Aku
mengamuk, menggalau seperti anak muda yang baru kemarin jadian dan deg-degan
pasangan berselingkuh.
Kabar yang kudapat dari Rara kemarin, Aku telan begitu saja.
Aku berpacaran dengan David sudah hampir 9 tahun.
Aku sudah tau sifat jeleknya David. Dan tidak ada kata
selingkuh di daftar itu.
Daripada Aku berdiam diri di rumah dan jadinya berprasangka
buruk, di libur Sabtu ini, Aku memutuskan untuk sedikit berjalan-jalan ke
taman.
Sekitar 3 meter di depanku ada pasangan kekasih Aku
menyebutnya, karena Mereka mesra. Terlihat sekali sang pria sangat menyayangi
sang wanita dari gaya Mereka berjalan. Aku menyukai gaya pria ini.
Entah mengapa Aku tersenyum-senyum sendiri melihat pasangan
ini. Mengingatkanku pada Aku dan David ketika Kami berjalan berdua.
Tidak berapa lama, Mereka berbelok masuk ke sebuah tempat
makan.
Mataku tertarik begitu saja, hingga membuat Aku terhenti di
jendela, mematung.
Itu... David....
Tanganku meraih telepon genggam dan mulai menghubungi David.
“Ya sayang?”
“Kamu, masih rapat?”
“Iya nih. Kita enggak bisa ketemuan kayaknya. Enggak apa-apa
ya, sayang.”
“Di hari libur pun Kamu masih rapat? Tapi suaranya kok
berisik?”
“Iya sayang, rapatnya kebetulan diluar. Kenapa?”
“Rapatnya cuma berdua sambil rangkulan gitu ya?”
Aku berdiri dihadapan David.
Aku menatap matanya dengan dalam.
Kurasa David tidak memiliki wajah yang pasaran.
Semua orang yang mengira bertemu dengan seseorang yang mirip
David merupakan David sendiri.
Dan Aku yang masih selalu beranggapan David adalah orang
yang sama sejak Aku mengenalnya hingga masuk ke 9 tahun Kami bersama.
“Anya..”
Aku tersenyum dan membalikan badanku.
David mengejarku.
“Anya, Aku bisa ngejelasin..”
Aku berbalik.
“Aku kasih Kamu waktu 5 menit untuk ngejelasin.”
“Ini enggak seperti yang Kamu pikir..~..”
“David, ini bukan di sinetron. Manfaatkan waktu 5 menit Kamu
dengan baik.”
“Aku minta Kamu untuk dengerin penjelasan Aku dengan baik.
Intinya ini enggak seperti yang Kamu bayang..~..”
“Aku enggak butuh basa-basi Kamu. Kita udah enggak remaja
lagi. Jangan bertingkah seperti aktor.”
David terdiam.
“Sudah berapa lama Kamu berselingkuh?”, lanjutku.
“Aku enggak..~..”
“Berapa lama, David?”
“7 bulan lalu.”
Oh. Sejak sibuknya David ke luar kota dan hampir setiap
akhir Minggu selalu ada rapat.
“Kalau Kamu memang benar ingin bersama orang lain, kenapa
Kamu tetap mempertahankan hubungan Kita?”
“Tapi Aku cintanya sama Kamu, Anya.”
“Kalau Kamu cinta, kenapa Kamu berhianat?”
“Karena Aku....
Kamu tidak pernah cemburu dengan apapun yang Aku lakukan.
Itu bikin Aku jadi ragu sama perasaan Kamu..”
“Sudah sekian lama, dan Kamu ragu?
Ternyata Kamu tidak setau itu tentang Aku, David.
Karena kalau Kamu tau, tidak akan muncul keraguan itu.
Kita putus." Kukembalikan cincin pertunangan pemberiannya.
“Tunggu, Anya.. Aku..~..”
“Dan tolong, jangan bertingkah seperti drama cinta televisi.
Dunia peran bukan kemampuan Kamu. Kamu hanya akan mempermalukan diri Kamu
sendiri. 5 menit Kamu udah habis”, lanjutku memelankan suaraku sambil berlalu
pergi.
***
Sejak itu, David selalu berusaha merebut hatiku lagi. Bunga,
coklat, makanan, pesan titipan, telepon, buku, benda-benda kesukaanku, merupakan
pemandangan sehari-hari yang tidak ku balas.
Yang perlu Aku ambil, selebihnya Aku kasih siapa saja yang
kutemui, pengantar koran, pengantar pos, pengantar paket, asisten rumah
tanggaku, supir Rara, siapa saja. Ya, siapa saja.
Semuanya terhenti di bulan ke 3.
Tidak ada lagi pengantaran barang ke rumahku.
Kurasa David sudah lelah dengan pemberian yang tak berbalas.
Atau..... mungkin juga David sudah menemukan orang lain.
***
“Anya.. Anya.. Anya!!”
“Apa sih Ra.. Panggilnya sekali juga cukuplah”
“Ada gosip loh”
“Gosip apa lagi? Ada yang ngirimin surat cinta ke Kamu lagi?”
“Ih bukaaan. David. Denger-denger Dia diselingkuhin sama
pacarnya yang baru. Total berarti ada 2 orang yang nyelingkuhin Dia.. Aku
kasian deh soalnya..~..”
Aku sudah tidak mendengarkan opini Rara lagi.
Di otakku terputar sebuah lagu.
“And word in the
street is that she did to you what you did to me”
...
...
...
“how does it feel to
swim in your own tears?”
...
...
...
“Bang! She shot you!
Karma taste so sweet”
_rdmw_
Inspired by Christina
Perri’s song : Bang Bang Bang
*I love this song btw